Partisipasi dan Inklusi

Menciptakan perubahan dengan cara bottom-up (perubahan dari akar rumput) adalah kerangka kerja utama dari pendekatan Video for Change. Pendekatan ini biasanya berfokus pada kebutuhan komunitas dan gerakan yang ingin didukung oleh inisiatif ini.

Masyarakat mungkin akan menemukan identitas baru dan kemungkinan-kemungkinan baru untuk diri dan komunitas mereka serta pergerakan mereka dalam inisiatif Video for Change. Mereka juga dapat menemukan ruang di mana mereka dapat menguji pandangan dan ideologi; hukum, lembaga, dan praktik serta realitas lain yang membatasi peluang atau kemampuan mereka untuk mengekspresikan diri selama ini.

Tetapi mereka hanya dapat melakukannya jika ada peluang untuk berpartisipasi secara bermakna dalam keputusan yang memengaruhi mereka dan dalam kegiatan yang membangun kapasitas mereka.

Inisiatif Video for Change dapat mendorong pemberdayaan yang positif jika:

  • Memberi kesempatan pada anggota komunitas terdampak untuk bertanya, memberi saran, atau menggunakan otoritas mereka dalam pengambilan keputusan.
  • Mempunyai kelompok inti berisi pemangku kepentingan yang bersedia memberi kesempatan pada anggota komunitas terdampak untuk memberdayakan diri.

Apa yang dimaksud dengan partisipasi?

Partisipasi berarti keterlibatan dalam suatu proses. Dalam konteks Video for Change, metode partisipatif berupaya meningkatkan kontribusi komunitas yang terkena dampak dan pemangku kepentingan utama seperti organisasi masyarakat, pemerintah daerah, dan perusahaan swasta dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan.

Partisipasi lebih dari sekadar mendorong keragaman. Partisipasi mendorong Anda untuk berkomitmen pada praktik inklusif baik dalam memberikan masukan maupun pengambilan keputusan. Hal ini menciptakan keterlibatan komunitas terhadap suatu inisiatif yang akan mengarah pada hasil yang lebih baik dan lebih berkelanjutan.

Inisiatif inklusif

  • Mendorong pembelajaran bersama dan berbagai bentuk pengetahuan
  • Menciptakan nilai-nilai bersama
  • Membangun kapasitas suatu komunitas dari waktu ke waktu
  • Memahami hambatan partisipasi dalam konteks dalam pelaksanaannya, misalnya jenis kelamin atau ras
  • Mempromosikan keberlanjutan jangka panjang komunitas tersebut.

Partisipasi yang efektif membutuhkan waktu. Keterbatasan waktu, keuangan atau sumber daya lainnya mungkin membatasi kemampuan Anda untuk memungkinkan lebih banyak partisipasi seperti yang Anda harapkan.

Sebagai bagian dari proses perencanaan, pertimbangkanlah bagaimana metode-metode yang partisipatif akan berkontribusi untuk pencapaian tujuan dari inisiatif Anda. Pikirkan sumber daya secara kreatif untuk meningkatkan level partisipasi, seperti menggunakan sumber daya yang sudah tersedia (misalnya alat video yang sudah dimiliki oleh peserta komunitas) dan menerima niat baik komunitas.

Bekerja dengan Komunitas

Video for Change membayangkan situasi dimana orang-orang dapat menghasilkan pengetahuan bersama, yang kemudian mengarah pada tindakan bersama.

Karenanya, metode partisipatif merupakan cara yang efektif untuk melibatkan dan membangun rasa kepemilikan, keterlibatan, dan praktik demokrasi untuk kelompok terpinggirkan. Kelompok ini termasuk kelompok masyarakat adat, etnis minoritas, orang miskin, orang dengan disabilitas, perempuan, orang tua, pemuda yang kurang beruntung, atau orang-orang dari kelompok minoritas seksual dan gender.

Memahami konteks komunitas secara menyeluruh sangat penting sebelum bekerja dengan komunitas itu. Ini juga berarti berefleksi tentang apakah kegiatan Anda meningkatkan inklusivitas orang-orang, kelompok, atau komunitas yang ingin didukung oleh inisiatif Video for Change. Apakah kegiatan itu sebenarnya akan membuat mereka eksklusif dan malah melemahkan mereka?

Jika dilakukan dengan baik, kegiatan partisipatif akan menumbuhkan kepercayaan dan pemahaman, mendukung koneksi di antara orang-orang, dan lintas isu seiring berjalannya waktu.

Di bawah ini dua cerita dampak sebagai contoh bekerja inklusif dan partisipatif. Yang pertama dari Indonesia, The Unseen Words. Film ini memperlihatkan aktivitas kelompok ketoprak Distra Budaya yang beranggotakan difabel netra di Yogyakarta. Yang kedua dari Ghana, Pakorpa Susangho, yang cerita soal sebuah proses video partisipatif dengan para janda yang berjuang demi perubahan budaya yang selama ini merugikan mereka.

Cerita Dampak: Melihat Bersama Tuna Netra

The Unseen Words adalah film dokumenter pendek dari Wahyu Utami. Film ini merekam aktivitas kelompok ketoprak Distra Budaya yang beranggotakan difabel netra.

Judul: The Unseen Words

Tahun: 2017

Lokasi: Yogyakarta, Indonesia

Dibuat oleh: Wahyu Utami dan Distra Budaya

Masalah: Inklusivitas

Tujuan Video: Memperluas jaringan Distra Budaya. Membuka wawasan masyarakat luas soal kemampuan dan kreativitas difabel netra dan Distra Budaya

Anggaran: Hibah Dinas Kebudayaan Yogyakarta

Durasi video: 30 menit

Durasi proyek: 12 bulan

Introduksi

The Unseen Words adalah film dokumenter pendek dari Wahyu Utami. Film ini merekam aktivitas kelompok ketoprak Distra Budaya yang beranggotakan difabel netra di bawah naungan Yayasan Mardi Wuto di Yogyakarta. The Unseen Words diproduksi dari hibah Dinas Kebudayaan Yogyakarta (2017) dan berhasil memenangkan film dokumenter pendek terbaik Festival Film Indonesia (2017), dan film dokumenter pendek terpilih Piala Maya (2018).

Perkenalan dengan Distra Budaya

Awal perkenalan Wahyu Utami dengan Distra Budaya terjadi saat dia melihat pementasannya di panggung terbuka Festival Kesenian Yogyakarta 2014. Wahyu Utami langsung terkesima dengan pementasan kelompok Distra Budaya, walaupun pementasannya cukup sederhana, tapi baginya pementasan tersebut luar biasa. Pementasan tersebut membuatnya mempertanyakan banyak hal, salah satunya bagaimana cara mereka berproses untuk mempersiapkan pementasan? Ada satu adegan yang cukup melekat di ingatan Wahyu Utami, yaitu di mana mereka menggunakan ketidakmampuan mereka dalam melihat sebagai materi guyon pada pementasan tersebut. Bagi Wahyu Utami, ketika seseorang sudah bisa menertawakan diri mereka sendiri, hal itu merupakan pencapaian yang luar biasa sebagai manusia.

Rasa penasaran menggerakan Wahyu Utami untuk berkenalan lebih jauh dengan kelompok Distra Budaya, sehingga pada akhir tahun 2016, dia menyampaikan keinginannya untuk ikut berproses dengan mereka dan hal ini disambut baik oleh anggota Distra Budaya. Wahyu Utami diijinkan untuk ikut hadir pada setiap latihan mereka.

Selama hampir satu tahun, Wahyu Utami selalu datang pada saat latihan. Latihan diadakan satu bulan sekali di ruang perpustakaan Yayasan Mardi Wuto dalam kompleks Rumah Sakit Mata dr. Yap. Wahyu Utami tidak tumbuh di lingkungan yang memiliki kedekatan dengan teman-teman disabilitas, sehingga di awal proses, dia cukup kebingungan tentang bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan anggota Distra Budaya. Proses terberatnya adalah tahap di mana dirinya harus membongkar paradigma yang menempel kuat pada pikirannya tentang Disabilitas.

Pada umumnya, pengetahuan tentang disabilitas hanya diperoleh dari media dan kata-kata orang lain, yang seringkali hanya membicarakan tentang ketidakmampuan, keterbatasan, kasihan, dan lain-lain. Tanpa sadar, hal tersebut ternyata mempengaruhi cara pandangnya dalam melihat teman-teman disabilitas. Sebagai filmmaker, Wahyu Utami mempertanyakan bagaimana dia bisa menyampaikan cerita tentang kesetaraan, apabila dia sendiri belum memandang mereka secara setara? Untuk itu, dia berusaha masuk ke dalam dirinya dan membongkar cara pandang, stigma, dan bias yang tanpa sadar melekat pada pikirannya. Proses membongkar paradigma yang ada dalam pikirannya itu menjadi proses yang cukup berat.

Pada tahun 2017, Wahyu Utami baru berani mengikuti program fasilitasi perfilman yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Yogyakarta. Dia berhasil lolos dan mendapatkan dana hibah untuk produksi film yang dilakukan selama tiga bulan. Proses pembuatan film dokumenter dilakukan dengan pendekatan observasional. Walaupun dia sudah mendapat ijin dari anggota Distra Budaya untuk memfilmkan, tetapi dia selalu memberitahu setiap kali akan merekam. Selain itu, dalam pengambilan gambar, dia menghindari menggunakan gambar-gambar close-up pada wajah. Hal ini dikarenakan, dia tidak ingin memberikan penekanan terkait disabilitas mereka. Dia ingin penonton lebih fokus pada peristiwa relasi subjek dengan sekitarnya.

Latar belakang film

Saat pemutaran perdana Wahyu Utami mengundang anggota Distra Budaya untuk hadir. Hal ini merupakan pengalaman baru bagi teman-teman Distra Budaya, dan mungkin juga pengalaman baru bagi sebagian besar penonton yang hadir pada malam tersebut, yaitu menonton film bersama disabilitas netra. Dari awal pembuatan film, dia menyadari bahwa film yang dia buat, memang untuk ditonton oleh teman-teman Distra Budaya. Dia sangat bahagia ketika melihat selama “mendengar” film The Unseen Words, teman-teman Distra Budaya ikut tertawa saat adegan-adegan lucu, ikut tepuk tangan setelah film selesai, pulang dengan ekspresi bahagia dengan perasaan bangga dan merasa ada. Melalui film ini masyarakat luas bisa melihat proses dari teman-teman Distra Budaya. Bahwa mereka sangat terbuka untuk kolaborasi, karena mereka merasa membutuhkan jaringan yang lebih luas, dan melalui fim ini beberapa jaringan tambahan akhirnya diraih.

Dampak pasca rilis

Wahyu Utami mengaku bahwa tidak ada ekspektasi yang terlalu besar atas film ini, tetapi ketika film di-release, apresiasi penonton sangat baik. Festival Film Indonesia 2017 memilih The Unseen Words sebagai film dokumenter terbaik, dari situ kemudian berita terkait keberadaan Distra Budaya terdengar oleh salah satu produser program acara Kick Andy, di Metro TV. Akhirnya anggota kelompok Distra Budaya diundang menjadi narasumber di acara Kick Andy dan mendapatkan dukungan dana untuk mengembangkan Distra Budaya. Dana tersebut digunakan untuk membeli alat musik, kostum ketoprak, dan sisanya disimpan sebagai kas.

The Unseen Words juga diputar pada beberapa festival film seperti NETPAC – Jogja Asian Film Festival dan Festival Film Dokumenter. Film juga diundang di beberapa acara pemutaran dan diskusi yang diadakan di berbagai komunitas film, baik independen ataupun universitas di berbagai daerah, antara lain di Pusat Layanan Difabel Universitas Islam Negeri Yogyakarta, Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Jambi, Aceh Film Festival 2017, Festival Merdeka Solo, Dinas Kebudayaan Kediri dan Sineroom Semarang.

Selama periode pemutaran tersebut, berbagai media datang untuk meliput soal Distra Budaya dan beberapa mahasiswa serta akademisi mendatangi kelompok Distra Budaya untuk melakukan penelitian. Dari banyak pemutaran film ini, ada satu peristiwa yang paling mengesankan, yaitu saat sesi tanya jawab setelah pemutaran di Festival Film Dokumenter 2017. Salah satu penonton disabilitas daksa bernama Yovin, menyampaikan apresiasinya, dia bercerita bahwa setelah menonton film ini dia menjadi lebih percaya diri. Selain itu, saat diputar di Semarang, para teman-teman disabilitas netra jadi tergerak untuk berkesenian lagi.

Pada tahun 2018, ruangan latihan Distra Budaya diubah menjadi ruang pemeriksaan RS Mata Dr. Yap. Lalu kesekretariatan Yayasan Mardi Wuto pindah ke kawasan ruko Dr. Yap, sehingga saat ini kelompok Distra Budaya menggunakan sebuah rumah pribadi sebagai tempat berkumpul. Selama pandemi, Distra Budaya sempat vakum, namun sekarang kegiatan bersama sudah dimulai lagi. Tahun ini Distra Budaya berniat akan membuat legalitas perkumpulan supaya bisa mengakses dana-dana pengembangan kebudayaan dari pemerintah.

Cerita Dampak: Pakorpa Susangho

Di sebuah desa kecil di Kulbia, Ghana, 10 janda membuat video partisipatoris terkait masalah lahan yang berdampak pada janda di komunitas. Aturan tradisional masih mengatur bahwa ketika seorang istri menjadi janda karena suaminya meninggal, hak milik lahan yang dikerjakan bersama harus diberikan kepada kepala keluarga laki-laki lain.

Judul: Pakorpa Susangho (Janda Menangis)

Tahun: 2016

Lokasi: Ghana, Afrika Barat

Dibuat oleh: Kemitraan bersama antara Ghana Integrity Initiative (GII), organisasi lokal Widows and Orphans Movement (WOM), dan InsightShare

Masalah: Para janda memerangi korupsi tanah di Ghana melalui proyek video partisipatif

Sasaran/tujuan video: Membuat perubahan pada hukum yang tidak adil yang menyangkal hak-hak tanah kaum perempuan.

Dampak dan capaian: Beberapa kali pemutaran video di tingkat masyarakat dan secara nasional, meningkatkan kesadaran dan berkontribusi terhadap kampanye anti korupsi yang lebih luas. Perempuan tidak kehilangan tanah mereka.

Metodologi unggulan: Video Partisipatif, Video Advokasi

Anggaran: XXX

Durasi video: 12 menit

Durasi proyek: 12 bulan

Di desa kecil Kulbia, di wilayah Timur Bagian Atas Ghana, 10 janda bergabung dengan proyek video partisipatif untuk mengeksplorasi masalah tanah yang memengaruhi perempuan yang berduka di masyarakat. Di desa ini, hukum adat menentukan bahwa ketika seorang suami meninggal, tanah yang mereka berdua pakai diberikan kepada rumah tangga yang dikepalai oleh pria.

Latar Belakang Film

Kelompok para janda ini mendokumentasikan praktik-praktik adat dan dampak dari tidak memiliki tanah yang dialami pada janda, tanggungan mereka, dan masyarakat secara keseluruhan. Para janda berkumpul bersama selama empat bulan untuk merencanakan dan membuat film yang membagikan kisah mereka dan menyoroti korupsi serta penyalahgunaan (praktik adat) yang tidak memberikan mereka kelayakan hidup.

Film ini juga menunjukkan bagaimana wali tanah adat setempat, atau Tindaana, akhirnya setuju untuk mendukung hak-hak perempuan. Video itu diputar ke publik di Pusat Sumber Daya Perempuan setempat sehingga semua orang bisa melihat komitmen yang dibuat oleh Tindaana.

Desa kecil Kulbia dipilih sebagai lokasi untuk proses video partisipatif karena alasan-alasan berikut: hubungan yang panjang dan terpercaya antara Ghana Integrity Initiative (GII) dengan organisasi mitra lokalnya Widows and Orphans Movement (WOM), catatan tentang kelaziman praktik korupsi yang memengaruhi para janda, dan kemauan kepala desa untuk menerima dan menyambut baik proyek yang sedang berlangsung di masyarakat tersebut.

Membutuhkan waktu hampir empat bulan untuk menyelesaikan Proyek tiga-tahap ini (Juli-Oktober 2016), termasuk tiga minggu lokakarya/kerja lapangan yang difasilitasi oleh InsightShare selama 2 kali pendampingan dari Inggris. GII dan WOM melakukan proyek dengan seleksi cermat, yang merekrut 10 janda sebagai peserta.

Kelompok janda yang terlibat ini mewakili kelompok umur (29-59 tahun), dengan beragam latar belakang dan pengalaman serta beragam akibat setelah kematian suami mereka. Mereka menghadapi tekanan kuat terutama waktu dan energi — dari pertanian subsisten, kegiatan untuk menghasilkan pendapatan, pengasuhan anak, dan faktor-faktor lain — namun, proyek ini mencapai tingkat kehadiran yang luar biasa yaitu 100% kehadiran di semua tahapan, yang mengindikasikan peserta menikmati dan memberikan penghargaan dari keikutsertaan mereka dalam proses tersebut.

Proses

Dalam proses lokakarya yang intensif, para peserta mengeksplorasi bagaimana korupsi memengaruhi kehidupan para janda di komunitas mereka dan bagaimana korupsi mengakibatkan banyak orang tidak memiliki tanah dan melarat. Banyak waktu yang dihabiskan untuk bercerita dan menceritakan kembali kisah-kisah pribadi dalam ruang yang aman yang diberikan oleh lokakarya, yang membantu untuk membangun gambaran tentang berbagai pengalaman berbeda dalam kelompok.

Para peserta bekerja bersama untuk menentukan fokus dan konten video mereka, merencanakan rangkaian cerita yang menunjukkan tantangan yang mereka hadapi, dan yang terpenting, untuk menunjukkan adanya kesadaran mereka tentang korupsi dan perannya dalam kenapa mereka tidak memiliki tanah.

Latihan pemetaan kekuatan membantu para perempuan menentukan siapa yang bertanggung jawab, siapa yang berkontribusi, dan siapa yang dapat membantu mereka dalam memerangi korupsi. Para peserta kemudian merencanakan pesan-pesan spesifik untuk dapat menjangkau target audiens mereka.

Dalam bulan-bulan berikutnya, para peserta bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dan melakukan perjalanan ke berbagai lokasi, termasuk rumah dan tanah pertanian mereka, untuk merekam kisah-kisah pribadi mereka. Mereka merekam diskusi mereka dengan beberapa perempuan dari masyarakat dan mewawancarai banyak pemimpin adat (termasuk para kepala suku dan Tindaana) dan pejabat yang dipilih secara lokal.

Draf hasil edit video diputar dan didiskusikan di tingkat lokal, yang mana tidak hanya membantu memandu dan menginformasikan hasil dari penyelidikan kelompok-kelompok (para janda) tentang persoalan yang ada, tetapi juga meningkatkan kesadaran akan proyek juga profil para peserta dalam komunitas mereka. Video yang dihasilkan berjudul Pakorpa Susangho (Tangisan Janda) dibuat dalam sebuah lokakarya dengan menggabungkan cuplikan-cuplikan yang diambil dari semua tahapan.

Pada hari terakhir proyek, acara sehari penuh diadakan dalam rangka pemutaran perdana video dan untuk melibatkan para pemangku kepentingan utama dalam sebuah diskusi, termasuk perwakilan dari Dewan Pimpinan, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, pemimpin adat setempat, jurnalis, dan anggota masyarakat.

Para peserta juga mempresentasikan video dengan menggambarkan pengalaman pribadi mereka sebagai janda dan dampaknya pada kehidupan mereka. Pemutaran diikuti oleh diskusi, kerja kelompok dan presentasi, sesi tanya jawab, dll. Para peserta membantu memfasilitasi proses dan menggunakan kamera video untuk mendokumentasikan semua proses tersebut, termasuk janji-janji dan dukungan yang dibuat oleh para pejabat.

Dampak

Sejak video diluncurkan, banyak pemutaran dan diskusi dilakukan di komunitas dan di seluruh negeri. Hal ini membantu meningkatkan kesadaran akan isu-isu tersebut dan berkontribusi terhadap kampanye advokasi anti-korupsi yang lebih luas. GII melacak komitmen-komitmen pejabat dan pemimpin adat, yang sedang ditekan untuk merealisasikan perubahan yang mereka setujui.

GII melatih dua anggota masyarakat sebagai paralegal untuk mendukung perempuan dalam mempertahankan kendali/kuasa atas tanah mereka, dan pelatihan lebih lanjut untuk lebih banyak perempuan sudah direncanakan dalam waktu dekat.

Para peserta juga terus melobi para pemimpin tradisional mereka untuk menghentikan praktik tersebut (widowhood rites), dan secara aktif mendukung para wanita yang baru saja menjadi janda untuk menolak menjalani ritual yang merendahkan martabat tersebut. Perempuan yang sudah menikah (yang bukan janda) juga diberikan penyadaran terhadap masalah ini — melalui pemutaran film dan diskusi informal — dan banyak dari mereka yang meminta untuk terlibat dalam dialog lanjutan seputar masalah tersebut.

Para wanita di Kulbia telah melaporkan beberapa keberhasilan, termasuk beberapa janda yang telah terhindar dari praktik kehilangan hak milik tanah karena diberikan pada keluarga yang dikepalai oleh pria, serta peningkatan yang signifikan dalam hubungan mereka dengan sesama anggota masyarakat dan posisi keseluruhan dalam masyarakat.

“Video partisipatif menghasilkan lebih banyak capaian daripada reformasi legislatif ketika menyentuh praktik-praktik tradisional yang berbahaya dan ketika melibatkan para pemimpin dan komunitas lokal untuk mencapai perubahan perilaku,” kata Okai Michael Henchard, Ghana Integrity International.

Komunikasi Partisipatif

Partisipasi mengutamakan model komunikasi yang setara dan horizontal, bukan top-down. Dalam menyiapkan sebuah dialog, peluang untuk berbicara dan mendengarkan harus disediakan, dan alur dari dialog tersebut harus relatif bebas.

Peran seorang fasilitator penting. Fasilitator harus:

  • aktif dalam membangun ruang untuk partisipasi
  • memastikan bahwa semua suara dihormati
  • memberikan ruang bagi peserta yang tidak terlalu aktif untuk berbicara lebih banyak dan lebih dekat pada para pembuat keputusan
  • memastikan bahwa semua peserta diundang dan diberikan kesempatan untuk berpartisipasi penuh.

Video di bawah ini, Work With Us: Community-driven research inspiring change, memberi kesempatan bagi kelompok yang paling terpinggirkan untuk berkomunikasi langsung dengan para pembuat keputusan. Video ini menawarkan pengetahuan mendalam dan cerita yang muncul dari penelitian partisipatif, dan bagaimana cerita ini dapat berkontribusi pada area kebijakan.

Work With Us: Community-driven research inspiring change from participate2015.

Bekerja dengan Individu

Selalu ada risiko dan manfaat bagi individu yang berpartisipasi dalam sebuah inisiatif, penting bagi Anda untuk membuat orang sadar akan potensi risiko tersebut. Anda dapat mendiskusikan hal tersebut misalnya, tentang bagaimana manfaat yang didapat dari partisipasi mereka melebihi risikonya.

Salah satu cara untuk memastikan mereka sadar akan risiko adalah dengan meminta persetujuan untuk berpartisipasi. Namun demikian, hal ini akan bermakna jika individu yang terlibat memahami proses dan tujuan dari inisiatif melalui Pernyataan Dampak.

Berikut ini daftar pertimbangan yang dapat digunakan dalam perencanaan Anda.

Risiko dan Manfaat
  • Apakah individu tersebut sadar akan potensi risiko dan manfaat ketika mereka berpartisipasi dalam video inisiatif, termasuk kemungkinan untuk diidentifikasi?
  • Sudahkah peserta sadar bahwa video baru akan tersedia dalam beberapa bulan mendatang?
  • Apakah manfaat dari video inisiatif lebih banyak daripada risikonya bagi peserta? Sebagai contoh, apakah peserta tahu bahwa siapa pun, termasuk majikan mereka atau musuh mereka, dapat melihat video itu?
Persetujuan
  • Memastikan Anda mendapatkan persetujuan dari semua yang terlibat, lihat Persetujuan Tindakan di bagian Manajemen Risiko untuk dipelajari lebih lanjut.
Paksaan
  • Apakah ada tekanan, langsung atau tidak langsung, yang dilakukan oleh pembuat video atau orang atau kelompok lain kepada individu untuk berpartisipasi dalam inisiatif tersebut?
  • Apakah individu bebas untuk meninggalkan inisiatif kapan saja?
  • Apakah peserta telah diberi hadiah, termasuk insentif berupa uang untuk berpartisipasi? Jika demikian, bagaimana dampak paksaan pada mereka dapat diminimalisasi?
Transparansi
  • Apakah para praktisi itu jujur tentang niat dan metodenya?
  • Apakah praktisi atau perwakilan kelompok memberikan janji yang tidak realistis untuk memperoleh partisipasi?
  • Pernahkah praktisi menjanjikan bahwa rekaman/wawancara peserta akan dimasukkan dalam video?
Timbal Balik
  • Apakah para praktisi mengakui partisipasi individu? Misalnya apakah peserta akan mendapatkan kredit yang tepat dalam video, jika mereka memilih untuk berpartisipasi (atau ada keputusan bersama untuk melakukannya)?
  • Apakah ada kesempatan untuk berbagi keterampilan yang dapat bermanfaat bagi peserta?
  • Jika partisipasi peserta dalam kegiatan melampaui jam waktu makan, apakah makanan disediakan?
  • Jika ada potensi keuntungan (uang) pada saat video dirilis, bagaimana keuntungan ini akan dibagikan? Apakah hal tersebut sudah dibicarakan dengan peserta?
  • Apakah ada dokumen kontrak untuk memastikan bahwa distribusi/pembagian keuangan ini diberlakukan?

Untuk informasi lebih lanjut tentang risiko, lihat bagian Manajemen Risiko.

Cerita dampak dari Kashmir Unheard di bawah ini menggambarkan beberapa pertimbangan di atas, baik dari perspektif subjek dari video itu dan juga jurnalis komunitas yang membuat video.

Cerita Dampak: Kashmir Unheard, cerita seorang korban kekerasan militer

Dampak dari sebuah video jurnalis warga dari Kashmir Unheard di India bagian Utara yang berhasil meningkatkan perhatian masyarakat terhadap tindakan kekerasan oleh militer dan video ini juga begitu efektif untuk membangun dukungan untuk korban tindakan tersebut.

Judul: Cerita seorang korban kekerasan militer di Kashmir

Tahun: 2017

Lokasi: Kashmir, India Utara

Dibuat oleh: Rayees Ahmad, koresponden komunitas Kashmir Unheard

Masalah: Hak asasi manusia, kekerasan militer

Sasaran/tujuan video: Untuk membawa kisah kekerasan militer yang melanggar hukum menjadi perhatian publik yang lebih luas dan untuk menggalang dukungan bagi korban.

Dampak yang dicapai: Kompensasi moneter/keuangan bagi korban melalui kampanye online, laporan resmi tentang kekerasan militer yang melanggar hukum diajukan di kantor distrik.

Metodologi unggulan: Video untuk Advokasi, Koresponden Komunitas, Video Dampak/Impact Video

Anggaran: Di bawah 1000 USD

Durasi video: 3 menit

Durasi proyek: 18 bulan

Video ini bertujuan untuk membawa kekerasan militer yang melanggar hukum menjadi perhatian publik yang lebih luas dengan fokus pada kisah satu korban, Altaf Ahmad. Video ini juga berfokus untuk meningkatkan dukungan untuk dia dan keluarganya.

Latar Belakang Film

Pada Juni 2017, Altaf Ahmad, seorang penduduk Aglar Pulwama di Kashmir, India Utara, sedang pulang dari kerja dengan sepedanya ketika personil militer India menembaknya tiga kali setelah mereka keliru mengira ia adalah seorang militan. Altaf jatuh ke tanah dan dibiarkan mati.

Sesaat setelah kejadian itu, Rayees Ahmad, seorang koresponden komunitas Kashmir Unheard, menerima pesan tentang apa yang telah terjadi. Dia bergegas ke tempat kejadian hanya untuk menemukan bahwa tidak ada yang diizinkan mendekati Altaf.

Setelah menunggu beberapa saat, Rayees dan beberapa yang lain tidak tahan hanya berdiri, mereka lalu pergi ke tempat Altaf berbaring di tanah. Terkejut menemukan Altaf masih hidup, Rayees membantu, dengan cepat Ia membawanya ke rumah sakit terdekat. Setelah menerima perawatan darurat, Altaf akan membutuhkan operasi dan perawatan medis jangka panjang jika dia ingin dapat bergerak lagi dengan bebas.

Sebagai koresponden Kashmir Unheard, Rayees ingin membuat video tentang insiden Altaf. Kashmir Unheard adalah kelompok yang terdiri dari 23 koresponden komunitas yang ingin menunjukkan kepada dunia Kashmir ‘mereka’. Mereka dibentuk pada bulan September 2014 setelah menerima pelatihan aktivis oleh Video Volunteers, mitra dari Video for Change Network yang berbasis di Goa, India.

Saat ini grup tersebut didukung oleh dua editor dan seorang koordinator, dan ‘para pendongeng dengan kamera di tangan, yang menjadi istilah baru’ mengabadikan cerita ‘yang tak didengar’ yang terjadi di komunitas mereka.

Metodologi mereka sederhana: pertama mereka membahas masalah yang ingin mereka dokumentasikan bersama masyarakat yang terkena dampak untuk mendapatkan dukungan dan memastikan pesan disampaikan dengan benar. Kemudian bersama-sama mengidentifikasi ajakan untuk bertindak dan membuat video yang dihasilkan menjadi publik (viral) dengan menggunakan berbagai platform sosial media populer.

Proses

Ketika pertama kali Rayees berbicara dengan Altaf tentang ide membuat video tentang kejadiannya, Altaf menolak. Dia terlalu takut dengan apa yang mungkin terjadi. Namun, setelah dua pertemuan, Altaf berubah pikiran dan setuju untuk membuat ceritanya dipublikasikan.

Rayees dan Altaf memilih untuk tidak menyertakan satu pun cuplikan gambar dan kekerasan. Video tersebut berfokus pada Altaf dan bagaimana insiden itu telah memengaruhi keluarganya: anak kecil mereka, istri Altaf yang sedang hamil, dan masa depan mereka yang sangat tidak menentu.

Kisah Altaf menjadi viral dengan cepat setelah video dipublikasikan pada Juli 2017. Di Facebook saja, kisah itu dibagikan 5000 kali dan dilihat oleh lebih dari 200.000 orang. Dukungan untuk Altaf dan keluarganya mulai berdatangan. Banyak orang ingin membantu dan ingin tahu tentang proses pemulihan Altaf.

Altaf menolak untuk meminta uang dalam video, tetapi ketika dihadapkan pada banyaknya dukungan untuk keluarganya, diputuskan bahwa Kashmir Unheard akan menginformasikan rincian rekening bank Altaf sebagai bagian dari penjangkauan kampanyenya.

Kashmir Unheard membuat video versi kedua yang berakhir dengan ajakan untuk mendukung Altaf dan keluarganya.

Dampak

Empat bulan kemudian, video itu mampu membantu mengumpulkan cukup uang untuk Altaf untuk menjalani operasi (Desember 2017), menutupi biaya melahirkan bayi kedua mereka, merenovasi rumah, membayar biaya sekolah anak mereka yang paling tua, dan membuka toko yang menjual kebutuhan dasar rumah tangga, yang masih dijalankan oleh Altaf sampai hari ini.

Meskipun beberapa orang menyebut istrinya sebagai “pengemis digital”, dampak moneter yang positif itu sangatlah kontras dengan perjuangan Altaf untuk keadilan. Video itu menjadi perhatian komisioner distrik Pulwama dan kemudian dilaporkan ke polisi.

Sekali lagi, kompensasi finansial diberikan, tetapi tidak ada investigasi lebih lanjut dan prajurit yang menembaknya tidak pernah dituntut. Sementara itu, Altaf kehilangan fungsi tubuh sebagian dan trauma seumur hidup.

Dalam video ini, yang diterbitkan Februari 2018, Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang dampak inisiatif Video for Change bagi Altaf dan keluarganya.

Risiko

Bekerja sebagai koresponden komunitas untuk Kashmir Unheard bukannya tanpa resiko. Dalam sebuah wawancara dengan EngageMedia, Rayees, yang telah mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia lainnya di Kashmir, menjelaskan bahwa di Kashmir orang harus sangat berhati-hati, menghindari tentara, dan menyadari bahwa kadang-kadang video ‘hilang’ setelah dipublikasikan secara online.

Rayees tidak pernah melupakan hari dimana ia dilecehkan di depan rumah orang tuanya oleh personel militer pada April 2018. Tentara berseragam memukuli dan mengambil teleponnya. “Mereka mengancam saya, dan terus bertanya apakah saya bekerja untuk pemerintah, mereka menyuruh saya berhenti menyelidiki hal-hal,” katanya.

Belum jelas apakah kunjungan militer itu terkait langsung dengan video Altaf atau kegiatan Rayees lainnya untuk Kashmir Unheard, dimana ia bergabung pada 2017 dan sejauh ini ia telah memproduksi 45 video.

Namun, insiden tersebut malah memperkuat keyakinannya untuk tetap bekerja sebagai koresponden komunitas: “Saya seorang jurnalis, saya seharusnya melakukan apa yang saya lakukan. Saya tidak takut, saya tidak akan berhenti!”

Keyakinan dan komitmen Rayees serta cara kerja Kashmir Unheard membuatnya mendapatkan dukungan dari komisioner distrik Pulwama, yang kemudian menjadi temannya dan membantu melindunginya.