Apa itu Video for Change?

Video for Change mengacu pada “penggunaan video sebagai pendekatan untuk mendukung gerakan sosial, mendokumentasikan pelanggaran hak, meningkatkan kesadaran, dan berbagi pengetahuan baru tentang masalah sosial atau lingkungan hidup atau untuk berkontribusi pada perubahan sosial.”

Istilah tersebut ibarat payung besar yang menaungi berbagai gaya dan pendekatan pembuatan video yang akan Anda temukan dalam Toolkit ini.

Kegiatan di dalam kerangka kerja Video for Change meliputi riset dan perencanaan, pengembangan kapasitas, produksi film, penjangkauan, distribusi dan keterlibatan (engagement), serta evaluasi.

Dalam merancang dan menilai dampak, Video for Change melihat keseluruhan unsur inisiatif. Video for Change berfokus pada keterlibatan dan partisipasi masyarakat terdampak. Kelompok-kelompok masyarakat ini merupakan bagian yang dipotret sekaligus inti dari inisiatif perubahan.

Partisipasi adalah prinsip etika yang perlu dipraktekkan, yaitu melibatkan subjek video dan masyarakat terdampak pada proses pengambilan keputusan. Prinsip tersebut memampukan mereka berpartisipasi dalam setiap tahap prosesnya, jika memang mereka memilih untuk terlibat.

Pentingnya keterlibatan, partisipasi, dan kreasi bersama inilah yang membedakan Video for Change dengan jurnalisme tradisional atau pendekatan film dokumenter.

Sebagai contoh, satu inisiatif Video for Change yang sederhana tentang Warung Makanan Papua Yombe Sming yang berdampak kepada pemilik warung yang menjual makanan asli Papua di Papua.

Studi Kasus: Warung Makanan Papua Yombe Sming

Video ini berjudul Warung Makanan Khas Papua Yombe Sming di Nimbokrang.

Judul: Warung Makanan Papua Yombe Sming

Tahun Pembuatan: 2019

Lokasi : Nimbokrang Jayapura, Papua, Indonesia

Dibuat oleh : Asrida Elisabeth dan Harun Rumbarar

Organisasi: WPU (West Papua Updates)

Isu/Tema : Makanan Papua, kedaulatan pangan, tanah, hutan Papua

Tujuan video : Memperkenalkan warung makan Yombe Sming ke publik. Warung tersebut menjual makanan Papua yang dibuat menggunakan bahan makanan dari alam Papua dan dikelola oleh orang Papua.

Dampak yang diraih : Pengunjung di warung makan Yombe Sming meningkat. Selain itu, video ini berhasil menggerakkan Dewan Adat Suku Namblong dan Organisasi Perempuan Suku Namblong untuk melaksanakan pelatihan membuat video pendek bagi 16 anak muda di wilayah ini.

Metodologi yang dipakai : Video Kampanye

Anggaran : Kami tidak mengeluarkan dana untuk membuat video ini. Video ini dibuat saat singgah makan siang, ketika kami sedang mengerjakan proyek lain.

Durasi Video : 1 menit 29 detik

Durasi seluruh proyek : 1 bulan

“Memang saya senang masak, saya ingin, saya harus tampilkan saya punya makanan khas Papua” -Mama Arbalina

Video ini berjudul Warung Makanan Khas Papua Yombe Sming di Nimbokrang. Video ini bercerita tentang Mama Arbalina Tecuari yang membuka warung makanan Papua di pinggir jalan raya Jayapura Sarmi Distrik Nimbokrang Kabupaten Jayapura. Mama ingin mengangkat makanan khas Papua di wilayah ini seperti papeda, swamening, betatas, keladi, sayur lilin, sayur gedi, dan makanan khas lainnya.

Video ini diproduksi oleh WPU (West Papua Updates). WPU merupakan jurnalisme video independen yang digerakkan oleh para pembuat video untuk menyampaikan situasi terkini di Papua melalui media video. Para pembuat video memproduksi video secara sukarela.

Latar Belakang Video

Alam Papua kaya akan tumbuhan dan hewan yang bisa dijadikan bahan makanan. Makanan diperoleh dengan cara budidaya atau mengambilnya langsung di hutan. Selain kaya akan jenis bahan pangan, cara pengolahannya juga beragam.

Namun makanan Papua terancam hilang. Keberadaan makanan tradisional Papua bergeser seiring dengan datangnya makanan baru bersamaan dengan hadirnya pendatang di Papua. Distribusi bahan makanan dari luar Papua melalui program pemerintah seperti raskin (beras miskin) sangat memengaruhi pergeseran ini.

Indikator paling mudah terkait bergesernya keberadaan makanan Papua adalah sulitnya menemukan warung makanan Papua di Papua, apalagi yang dikelola oleh orang Papua. Karenanya, keberadaan Mama Arbalina Tecuari dengan warung makan Yombe Sming menjadi sangat menarik. Ditambah lagi Mama mengambil bahan baku dari kebun yang dikelolanya sendiri.

Nimbokrang, tempat Mama Arbalina ini menjadi tempat tujuan program transmigrasi yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia pada Tahun 1970-an. Di tahun yang sama hingga sekarang, wilayah ini menjadi sasaran pelebaran perkebunan sawit. Praktik pembalakan liar yang melibatkan pengusaha-pengusaha kayu di Indonesia juga telah merusak hutan di wilayah ini.

Video ini diharapkan tidak hanya membangkitkan kebanggaan orang pada makanan Papua, tetapi juga membantu kita untuk melihat bahwa keberadaan makanan Papua terkait erat dengan keberadaan tanah dan hutan sebagai sumbernya.

Dampak Video

Video ini diposting pada 6 Juni 2019. Hingga saat ini sudah dibagikan di internet lebih dari 1000 kali. Komentar-komentar yang ada menunjukkan bahwa video ini menggugah semangat penonton untuk berkunjung ke warung Yombe Sming, mencoba makanan Papua, dan keinginan membuka warung makanan Papua di tempat mereka.

Secara kebetulan kami berkunjung lagi ke warung Yombe Sming pada Juli 2019. Mama Arbalina bercerita bahwa pengunjung meningkat. Mama memasang papan nama baru di pinggir jalan sehingga mudah dilihat pengunjung. Selain itu orang mulai memesan katering makanan Papua seperti swamening untuk acara-acara. Ada juga yang menyampaikan ke Mama Arbalina bahwa mereka mengetahui keberadaan Mama karena video ini.

Proses pembuatan video ini juga membuat kami terhubung lebih jauh dengan komunitas masyarakat di wilayah ini. Saat membuat video ini, kami juga membuat sebuah video tentang sekolah bahasa suku Namblong. Tertarik dengan video-video yang dihasilkan, Ketua Dewan Adat dan Ketua organisasi perempuan adat Suku Namblong menyelenggarakan kegiatan pelatihan membuat video pendek dan menulis singkat untuk anak muda di wilayah ini. Kami hadir sebagai pelatih.

Ada 16 anak muda yang ikut pelatihan selama 3 hari. Mereka mempelajari pembuatan satu video, dari merancang, merekam, hingga menyunting. Kami menghasilkan 7 video yang kemudian ditonton bersama masyarakat. Saat nonton bersama, warga memberikan apresiasi sekaligus masukan-masukan tentang video tersebut. Mama Arbalina hadir dalam acara nonton bersama ini. Dia berbagi pengalamannya menjalankan usaha warung makan dan memberi masukan untuk video-video peserta pelatihan.

Kerjasama kami dengan para peserta pelatihan terus berlanjut. Kami berencana untuk mengadakan pelatihan editing video lebih lanjut untuk peserta yang tertarik.

Kami berharap anak-anak muda yang sudah dan akan terus berlatih ini akan membangun gerakan mereka sendiri, mengangkat lebih banyak cerita menarik di wilayah ini dengan semangat yang sama seperti kami.

Latar Belakang dan Manfaat dari Video for Change

Pendekatan partisipatif lewat video muncul dari semangat pembebasan yang berkembang di tahun 1960-an. Gerakan pembebasan ini bertujuan untuk memberdayakan orang-orang atau komunitas yang terus menerus tersingkir di tengah masyarakatnya.

Fokus praktek partisipatoris dalam pembuatan media ini bertumbuh dari gerakan-gerakan anti kolonialisme, khususnya terkait dengan pemikiran Paulo Freire (1921-1997), seorang pendidik dan pemikir teori-teori pendidikan dari Brazil. Di tahun 1960-an, Freire mendampingi petani miskin yang tidak punya tanah di Brazil. Lewat pendidikan, para petani ini terbuka matanya akan situasi mereka yang tertindas, lalu memutuskan untuk menentukan aspirasi dan keinginan mereka sendiri. Di Indonesia, pendekatan ala Freire banyak digunakan antara lain oleh INSIST, khususnya di tahun 80-90-an.

Ada beberapa alasan kenapa video adalah medium yang sangat kuat untuk menggerakan perubahan sosial:

  • Video melampaui batas-batas kemampuan baca tulis maupun bahasa. Ia tidak bergantung pada bahasa tertulis (atau dalam beberapa kasus, bahasa tutur). Ia dapat menyentuh kelompok-kelompok dari lintas budaya maupun komunitas.
  • Video dapat dibuat oleh amatir maupun profesional.
  • Pelbagai kisah dan tempat dapat tersaji dengan perasaan dekat atau intim. Ini karena kombinasi gambar dan suara, serta kemampuan kita untuk menyaksikan sekaligus mengalami reaksi dan ekspresi manusia dalam video, mampu menciptakan nuansa mendalam dan penggambaran yang kaya akan rasa.
  • Berbagai dialog dapat bertumbuh dan didukung lewat video, melampaui batas tempat dan waktu.
  • Video dapat menjadi bukti yang kredibel, khususnya dalam kasus inisiatif-inisiatif yang berbasis bukti maupun untuk proses legal (sesudah terverifikasi). Video adalah alat yang mumpuni untuk mendokumentasikan kesaksian tutur maupun visual.
  • Ada banyak jalur distribusi cepat yang dapat dipilih. Bisa lewat pemutaran di komunitas, televisi, bioskop, festival film, jalur online maupun offline. Jangkauan pilihan ini mungkin tidak tersedia bagi bentuk strategi komunikasi lainnya.

Penggunaan video sebagai alat perubahan sosial memungkinkan adanya diskusi tentang isu-isu yang kurang dianggap penting. Seperti yang dikatakan Jessica Mayberry dari Video Volunteers, sebuah organisasi Video for Change besar di India: “video adalah sebuah cara untuk melihat masyarakat yang lebih adil karena pembuat kebijakan akan memiliki akses pada kebutuhan dan pengetahuan masyarakat.”

Dengan cara ini, video dapat mewakili kelompok yang mungkin kurang didengarkan oleh para politisi, pembuat kebijakan, dan pengambil keputusan.

Sama halnya, definisi InsightShare untuk Video for Change berfokus pada pemberdayaan kolektif dan komunitas. Pendekatan video partisipatif mereka melihat proses produksi video sebagai cara dimana sebuah komunitas dapat menentukan tujuan dan indikator dari pemberdayaan diri mereka.

Untuk InsightShare, hasil dari proses produksi lebih dari sekedar ‘produk’ berupa video. Sebaliknya, hasil yang diinginkan adalah terbukanya ruang bagi masyarakat untuk membicarakan berbagai isu dan beraksi secara kolektif untuk mengatasinya.

Apakah Video for Change Sama Dengan Video Partisipatif?

Video partisipatif merupakan salah satu pendekatan Video for Change. Keduanya bisa saja tumpang tindih, namun ada beberapa perbedaan utama:

  • Video partisipatif memprioritaskan proses sebagai tujuan terbesar dari sebuah inisiatif, sedangkan Video for Change memiliki penekanan pada kualitas konten dan juga prosesnya dalam berbagai tingkatan, tergantung pada tujuan dari inisiatif tersebut.
  • Pendekatan Video for Change seringkali menggunakan metodologi kreasi bersama (co-creation), yaitu kerja bersama antara pembuat film profesional dan komunitas.
  • Video for Change tidak harus melibatkan komunitas di setiap tahapan, meskipun mereka memiliki pilihan itu, sedangkan Video Partisipatif mengharuskan hal ini.